-->

Struktur Geologi Pulau Sumatera Selatan

Struktur geologi adalah segala unsure dari bentuk arsitektur kulit bumi / gambaran geometri (bentuk dan hubungan) yang diakibatkan oleh gejala - gejala gaya endogen. Secara umum terdapat unsur - unsur dari struktur geologi yaitu, Bidang perlapisan, Lipatan, Patahan dan kekar atau joint.

Struktur geologi Sumatra selatan

Secara fisiografis bagian selatan Sumatra di bagi menjadi 4 bagian yaitu
  1. Cekungan sumatra
  2. Bukit barisan dan tinggian lampung
  3. Cekungan Bengkulu meliputi lepas pantai antara daratan Sumatra dan rangkaian pulau.pulau di sebelah barat Sumatra dan
  4. Rangkaian kepulauan sebelah di barat Sumatra, yang membentuk tak bergunung api di sebelah barat pulau Sumatr

1. Cekungan Sumatra selatan

Cekungan Sumatra selatan merupakan bagian dari cekungan Sumatra timur dan di pisahkan dari cekungan Sumatra tengah di utaranya ,oleh pegunungan 12/30 yang merupakan singkapan batuan pratersier. Cekungan ini dikenal sebagai cekungan yang kaya minyak bumi dan terdiri dari 2 sub.cekungan, yaitu sub.cekungan Palembang dan sub cekungan jambi.

2. Pola struktur

Di Sumatra selatan ada tiga pola sesar utama yang sebagian besar direkam dari dalam geofisik (seismic dan gaya berat) dan dari hasil korelasi pemboran (PULUNGGONO, 1983). Arah-arah tersebut adalah : utara-selatan, timur laut-barat daya, dan barat laut-tenggara.
Indonesia dikenal sebagai wilayah yang mempunyai tatanan geologi yang unik dan rumit. Banyak ahli geologi yang berusaha menjelaskan fenomena tersebut, baik dengan menggunakan pendekatan teori tektonik klasik maupun tektonik global.

Mewakili contoh pemikiran tektonik klasik, Van Bemmelen (1933) menggunakan Teori Undasi dalam menjelaskan keberadaan jalur-jalur magmatik yang menyebar secara ritmik menerus dari Sumatera ke Kalimantan barat dan Kalimantan. Berikutnya, Westerveld (1952) merekontruksikan jalur orogen di Indonesia dengan menggunakan pendekatan konsep geosinklin. Hasilnya adalah terpetakan lima jalur orogen dan satu komplek orogen yang ada di Indonesia.

Menurut pemikiran tektonik global, konfigurasi saat ini merupakan representasi dari hasil kerja pertemuan konvergen tiga lempeng sejak jaman Neogen, yaitu: lempeng samudera Indo-Australia, lempeng samudera Pasifik, dan lempeng benua Asia Tenggara. Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan daratan Sunda yang relatif stabil. Sementara keberadaan lempeng benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia bagian timur. Berdasarkan konsep ini pula di Indonesia terbentuk tujuh jalur orogen, yaitu jalur-jalur orogen: Sunda, Barisan, Talaud, Sulawesi, Banda, Melanisia dan Dayak.

Sekilas mengenai gambaran sejarah terbentuknya geologi Indonesia, pada paragraph selanjutnya akan dibahas selangkah lebih mengerucut tentang mengenai dampak yang terjadi dari adanya penunjaman sunda oleh lempeng australia baik bagi kondisi busur sunda maupun sesar pulau sumatera.

Sistem penunjaman Sunda berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Arah penunjaman menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma. Penunjaman mempunyai kemiringan sekitar 7o. Busur akresi terbentuk selebar 75 – 150 km dari palung dengan ketebalan material terakresi mencapai 15 km. Cekungan muka busur berada di antara punggungan muka busur dan garis pantai sistem penunjaman dengan lebar 150 - 200 km. Busur vulkanik yang sekarang aktif di atas zona Benioff berada pada kedalaman 100 – 130 km. Sistem penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen sekaligus busur kepulauan, yang berlangsung selama Kenozoikum Tengah – Akhir. Busur magmatik ini berubah dari kecenderungan bersifat kontinen di Sumatera, transisional di Jawa ke busur kepulauan di Bali dan Lombok.

Pengaruh Tektonik Regional pada Perkembangan Sesar Sumatera, Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu yang mengakibatkan perubahan sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Proses tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik. Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vectorini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut.

Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola. Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.

Kompleksitas tatanan geologi Sumatera, perubahan lingkungan tektonik dan perkembangannya dalam ruang dan waktu memungkinkan sebagai penyebab keanekaragaman arah pola vektor hubungannya dengan slip-ratedan segmentasi Sesar Sumatera. Hal tersebut antara lain karena (1) perbedaan lingkungan tektonik akan menjadikan batuan memberikan tanggapan yang beranekaragam pada reaktivasi struktur, serta (2) struktur geologi yang lebih tua yang telah terbentuk akan mempengaruhi kemampuan deformasi batuan yang lebih muda.

Struktur Geologi Pulau Sumatera Selatan