-->
Fisiografi Gorontalo

Fisiografi Gorontalo

Secara fisiografis, yaitu pembagian zona bentang alam yang merupakan representasi batuan dan struktur geologinya, Gorontalo dapat dibedakan ke dalam empat zona fisiografis utama, yaitu Zona Pegunungan Utara Telongkabila-Boliohuto, Zona Dataran Interior Paguyaman-Limboto, Zona Pegunungan Selatan Bone-Tilamuta-Modello, dan Zona Dataran Pantai Pohuwato.

Fisiografi Gorontalo
Peta Propinsi Gorontalo
Zona Pegunungan Utara Telongkabila-Boliohuto umumnya terdiri dari formasi-formasi batuan gunung api berumur Miosen – Pliosen (kira-kira 23 juta hingga 2 juta tahun yang lalu). Umumnya terdiri dari batuan beku intermedier hingga asam, yaitu batuan-batuan intrusif berupa diorit, granodiorit, dan beberapa granit. Batuan lainnya merupakan batuan sedimenter bersumber dari gunung api terdiri dari lava, tuf, breksi, atau konglomerat.

Zona kedua merupakan cekungan di tengah-tengah Provinsi Gorontalo, yaitu Dataran Interior Paguyaman-Limboto. Dataran yang cukup luas yang terbentang dari Lombongo sebelah timur Kota Gorontalo, menerus ke Gorontalo, Danau Limboto, hingga Paguyaman, dan Botulantio di sebelah barat, merupakan pembagi yang jelas antara pegunungan utara dan selatan. Dataran ini merupakan cekungan yang diduga dikontrol oleh struktur patahan normal seperti dapat diamati di sebelah utara Pohuwato di Pegunungan Dapi-Utilemba, atau di utara Taludaa di Gunung Ali, Bone.

Sejak itu, proses-proses tektonik telah mengangkat laut ini menjadi lebih dangkal yang akhirnya surut. Setelah menjadi dataran, cekungan ini menjadi danau yang luas. Tetapi kembali terjadi proses pendangkalan hingga sekarang dan hanya menyisakan Danau Limboto kira-kira seluas 56 km² dengan kedalaman 2,5 m yang merupakan kedalaman terdangkal dari seluruh danau di Indonesia (Lehmusluoto dan Machbub, 1997). Proses-proses tektonik pengangkatan daratan yang memang aktif di Indonesia Timur menyebabkan drainase menjadi lebih baik. Air danaupun berproses menyurut dan sekarang ditambah dengan proses sedimentasi dari perbukitan disekilingnya yang mempercepat proses pendangkalan Danau Limboto.

Zona Pegunungan Selatan Bone-Tilamuta-Modello umumnya terdiri dari formasi-formasi batuan sedimenter gunung api berumur sangat tua di Gorontalo, yaitu Eosen – Oligosen (kira-kira 50 juta hingga 30 juta tahun yang lalu) dan intrusi-intrusi diorit, granodiorit, dan granit berumur Pliosen. Batuan gunung api tua umumnya terdiri dari lava basalt, lava andesit, breksi, batu pasir dan batu lanau, beberapa mengandung batu gamping yang termetamorfosis. Seperti halnya di utara, asosiasi batuan-batuan tersebut juga membawa pada kandungan mineral logam emas yang ditambang secara manual oleh rakyat, seperti di Bone Pantai, Tilamuta, dan Gunung Pani, Marisa.

Read more »
Pengertian dan Metode Konservasi Lahan

Pengertian dan Metode Konservasi Lahan

Konservasi tanah berarti menempatkan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga produktivitas tanah tetap terjaga. Koservasi tanah tidak berarti pelarangan atau penundaan penggunaan tanah tetapi penyesuaian macam penggunaannya agar sifat-sifat tanah dan pemberian perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan.  Tujuan utama konservasi adalah untuk mendapatkan tingkat keberlanjutan produksi lahan dengan menjaga laju kehilangan tanah tetap di bawah ambang batas yang diperkenankan.

Pengertian dan Metode Konservasi Lahan

Metode Konservasi Lahan

Metode konservasi tanah secara garis besar dikelompokkan atas tiga golongan utama yaitu: metode vegetatif, metode mekanik dan metode kimia.

Metode Vegetatif

Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak air hujan yang jatuh ke permukaan tanah, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya erosi. 

Morgan (1986) dalam Suripin (2002) mengemukakan bahwa efektifitas tanaman penutup dalam mengurangi erosi dan aliran permukaan dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan kontinuitas dedaunan sebagai kanopi, kerapatan tanaman dan kerapatan sistem perakaran. Makin tinggi tempat jatuh butiran air hujan makin tinggi kecepatannya pada saat mencapai permukaan tanah sehingga makin besar pula energy kinetiknya. Oleh karena itu ketinggian tanaman (kanopi) berperan sangat penting.

Berdasarkan habitus pertumbuhannya, Ochse et al, 1961 (dalam Suripin, 2002) mengelompokkan tanaman penutup tanah menjadi lima golongan yaitu:

1. Pertanaman dalam strip (strip cropping)
Pertanaman dalam strip adalah cara cocok tanam dengan beberapa jenis tanaman ditanam berselang seling dalam strip-strip pada sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau garis kontur. 

2. Pertanaman berganda (multiple cropping)
Pertanaman berganda berguna untuk meningkatkan produktifitas lahan sambil menyediakan proteksi terhadap tanah dari erosi. Sistem ini dapat dilakukan baik dengan cara pertanaman beruntun (sequential cropping), tumpang sari (inter cropping) atau tumpang gilir (relay cropping).

3. Pertanaman bergilir (rotation cropping)
Rotasi tanaman adalah system penanaman berbagai tanaman secara bergilir menurut urutan waktu tertentu. Hal ini disebabkan dengan penanaman satu macam tanaman saja secara terus menerus dapat mengakibatkan hilangnya tanah oleh erosi dan tidak membantu dalam pengendalian hama dan penyakit tertentu. 

4. Pemanfaatan mulsa (residue management)
Mulsa adalah sisa-sisa tanaman yang ditebarkan di atas permukaan tanah. Sedangkan sisa-sisa tanaman tersebut ditanam di bawah permukaan tanah dinamakan pupuk hijau. Jika sisa-sisa tanaman tersebut di tumpuk terlebih dahulu di suatu tempat sehingga mengalami proses humifikasi dinamakan kompos. 

5. Penghutanan kembali (Reboisasi)
Reboisasi merupakan cara yang cocok untuk menurunkan erosi dan aliran permukaan, terutama jika dilakukan pada bagian hulu daerah aliran sungai. Reboisasi dapat diartikan sebagai usaha untuk memulihkan dan menghutankan kembali tanah yang mengalami kerusakan fisik, kimia dan biologi, baik secara alami maupun oleh manusia.

Metode Mekanik

Metode mekanis adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah.

Metode-metode mekanis meliputi :

1. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah (Arsyad, 1989) adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh benih, menggemburkan tanah pada daerah perakaran, membalikkan tanah sehingga sisa-sisa tanaman terbenam di dalam tanah dan memberantas gulma. 

2. Pengolahan tanah menurut garis kontur
Pengolahan tanah menurut garis kontur dapat mengurangi laju erosi sampai 50% dibanding dengan pengolahan tanah dan penanaman menurut lereng. Efektifitas pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur tergantung pada kemiringan dan panjang lereng. 

3. Guludan (contour bunds)
Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang memotong kemiringan lahan (lereng). Fungsi guludan ini adalah untuk menghambat aliran permukaan, menyimpan air di bagian atasnya dan untuk memotong panjang lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar antara 25 – 30 cm dengan lebar dasar 25 – 30 cm. 

5. Pembuatan terras
Terras adalah timbunan yang dibuat melintang atau memotong kemiringan lahan, yang berfungsi untuk menangkap aliran permukaan, serta mengarahkannya ke outlet yang mantap/stabil dengan kecepatan yang tidak erosif. 

Berdasarkan fungsinya terras dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu: 
  • Terras pengelak (diversion terrace) mempunyai fungsi utama untuk menangkap aliran permukaan dan mengalirkannya memotong kontur melalui outlet yang tepat. 
  • Terras retensi (retention terrace) diperlukan untuk penyimpanan air dengan menampungnya di bagian bukit. 
  • Terras bangku (bench terrace) atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dengan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. 
6. Pembuatan saluran air (waterways) 
Untuk menghindari terkonsentrasinya aliran permukaan di sembarang tempat, yang akan membahayakan dan merusak tanah yang dilewatinya, maka perlu dibuatkan jalan khusus berupa saluran pembuangan air.


Metode Kimia

Metode kimia dalam konservasi tanah dan air adalah penggunaan preparat kimia sintetis atau alami. Seperti diketahui bahwa struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan bahaya erosi. 

Bahan kimia yang digunakan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga tanah tanah terhadap erosi disebut soil conditioner atau pemantap tanah. Bahan kimia sebagai pemantap tanah tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka waktu yang lama karena senyawa tersebut tahan terhadap serangan mikroba tanah. Permeabilitas tanah menjadi tinggi sehingga mengurangi aliran air permukaan. Contoh soil conditioner atau pemantap tanah ini bahan dengan merek dagang Krilium yakni senyawa garam Natrium dari polyacrylonitrile yang terhidrolisa.  

Read more »
Kelebihan dan Kekurangan Pertanian Organik

Kelebihan dan Kekurangan Pertanian Organik

Kearifan masyarakat tradisional dalam menghadapi hama dan penyakit tanaman pada pertanian memiliki sikap yang sangat arif walaupun kadangkala terasa aneh oleh pandangan umum. Petani tradisional memandang bahwa hama dan penyakit tanaman merupakan bagian dari kehidupan untuk keseimbangan alam. Serangan ulat bulu pada tanaman buah-buahan dianggap suatu berkah, karenan hama ulat bulu membantu proses perontokan daun untuk pembentukan daun dan tunas-tunas baru, dengan harapan musim berbuah berikutnya tanaman akan berbuah lebih banyak.

Kelebihan dan Kekurangan Pertanian Organik


Begitu juga dalam bercocok tanam tanpa pupuk kimia dan pestisida pada masyarakat tradisional dianggap menjaga kelestarian alam dan lingkungan yang seimbang. Hal ini memang terbukti pada pertanian tradisional tidak pernah terjadi kerusakan lingkungan, sebab dalam cara dan penerapan yang dilakukan berpedoman pada prinsip-prinsip alam (natural). Contohnya pada saat akan melakukan penanaman padi mereka selalu berpatokan pada ilmu perbintangan (astrologi), cara ini merupakan pendekatan terhadap musim yang cocok untuk masa tanam, dimana ketersediaan air terpenuhi dan pada saat tanaman besar, cahaya matahari cukup untuk pertumbuhan, pembungaan dan menghasilkan buah/biji yang berlimpah. Disamping itu penanamannya juga dilakukan secara serentak sehingga serangan hama dan penyakit tanaman dapat berkurang. 

Sejalan dengan perkembangan peradaban, lambat laun sistem pertanian tradisional yang berkelanjutan ditinggalkan, dan masyarakat petani diperkenalkan pada sistem pertanian yang berorientasi pada peningkatan hasil. Berbagai macam pupuk dan bahan kimia diperkenalkan untuk menunjang pertanian yang dianggap modern, namun disisi lain ternyata banyak mengandung muatan negatif disaping dampak positifnya. Dampak negatif akibat pemakaian pupuk kimia menyebabkan lahan pertanian menjadi tandus, belum lagi akibat penggunaan pestisida dengan daya racun yang tinggi menyebabkan ikut terbunuhnya binatang-binatang yang sebenarnya bukan hama dan justru akan membantumemberantas hama tanaman pertanian itu sendiri. 

Gambaran pertanian modern berupa pemanfaatan sumberdaya alam yang terlalu dipicu tanpa perhitungan pelestarian, maka yang terjadi adalah kerusakan lingkungan akibat adanya pencemaran berupa bahan- bahan kimia yang sangat berbahaya bagi mahluk hidup dan bagi alam itu sendiri. Untuk menunjang pertanian modern banyak pabrik pupuk dan pestisida yang dibangun yang katanya bertujuan untuk memerangi kemiskinan dan kelaparan, padahal sebenarnya mebuat petani miskin semakin miskin dan menjadi ketergantungan. Disamping itu pola hidup petani menjadi berubah, dari petani tradisional menjadi petani modern,sekaligus merusak hubungan-hubungan petani dengan alam. Akibatnya kreatifitas petani menjadi mati dan sulit untuk membangun kembali menjadi petani yang mandiri. Keadaan tersebut diperparaholeh harga pupuk dan obat-obatan semakin tinggi, sementara itu harga hasil panen petani terus merosot. Dan sistem perdagangan hasil-hasil pertanian itu sendiri dikuasai dan dikendalikan oleh tengkulak yang mengambil keuntungan yang tidak seimbang dengan keuntungan petani. Hal itu berarti pemberantasan kemiskinan dan kelaparan dibumbui oleh racun dan kebohongan yang membuat petani semakin miskin dan bodoh.

Saat ini, pertanian organik adalah pilihan yang baik bagi petani yang ingin melakukan pertanian yang berkelanjutan. Terdapat sejumlah hambatan dan keuntungan dari pertanian organik. Hambatan pertanian organik di Indonesia adalah :
  1. Pupuk organik masih digunakan sebagai pupuk pelengkap, disamping pupuk kimia, karena adanya target produksi. banyak petani di Indonesia beranggapan bahwa pupuk organik tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman dan memiliki respon yang lebih lamban. Sebenarnya, ada laporan dari Amerika, bahwa efek dari pupuk organik sebesar 14 ton setahun tiap unit area selama 8 tahun akan tetap ada walaupun setelah 40 tahun dari pengaplikasian pupuk terakhir.
  2. Pengendalian hama secara biologis masih dipandang mahal dan kurang efektif bagi petani umumnya.
  3. Wilayah pertanian organik yang tidak terisolasi dengan pertanian konvensional, membuat pertanian organik lebih rawan terhadap hama. 
  4. Hasil produksi masih dibawah hasil pertanian konvensional. 
  5. Produk pertanian organik masih dipandang mahal.
  6. Kurangnya informasi tentang pertanian organik.
  7. Tidak adanya peraturan yang jelas dari pemerintah yang mendukung pertanian organik.
  8. Yang tidak ada di artikel asli : Para petani enggan menggunakan pupuk organik secara keseluruhan karena pupuk kompos menyebabkan banyak tumbuh gulma.

Keuntungan pertanian organik antara lain adalah :
  1. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan sejumlah organisme pengganggu tanaman.
  2. meningkatkan aktivitas mikro organisme antagonis yang bisa membantu meningkatkan kesuburan tanah.
  3. mencegah erosi .
  4. meningkatkan cita rasa hasil pertanian.
  5. Meningkatkan kandungan nutrisi.
  6. Meningkatkan tekstur buah.
  7. meningkatkan waktu penyimpanan.


Read more »
Peluang Pertanian Organik di Indonesia

Peluang Pertanian Organik di Indonesia

Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun. 

Peluang Pertanian Organik di Indonesia


Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea. 

Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut. Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk peternakan.

Tabel 1. Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002
No.
Wilayah
Areal Tanaman (juta ha)
1
Australia dan oceania
7,70
2
Eropa
4,20
3
Amerika latin
3,70
4
Amerika utara
1,30
5
Asia
0,09
6
Afrika
0,06
Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain. Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani. 

Pertanian Organik Modern 

Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang. Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.

Tabel 2. Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik
No
Kategori
Komoditi
1
Tanaman Pangan
Padi
2
Hortikultura
Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka,
durian, salak, mangga, jeruk dan manggis.

3
Perkebunan


Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan
kopi.
4
Rempah dan obat
Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya.
5
Peternakan
Susu, telur dan daging

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk  pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:

  1. Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
  2. Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik. Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.


Read more »
Pengertian Pertanian Organik

Pengertian Pertanian Organik

Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature”  telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

Pengertian Pertanian Organik


Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat. 

Lahan

Lahan yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus bebas dari bahan kimia sintetis (pupuk dan pestisida). Terdapat dua pilihan lahan: (1) lahan pertanian yang baru dibuka atau, (2) lahan pertanian intensif yang telah dikonversi menjadi lahan pertanian organik. Lama masa konversi tergantung sejarah penggunaan lahan, pupuk, pestisida, dan jenis tanaman.

Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan organik seperti pangkasan daun tanaman, kotoran ternak, sisa tanaman, dan sampah organik yang telah dikomposkan.

Pengelolaan Kesuburan Tanah

Untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman, maka upaya peningkatan kesuburan tanah secara alami melalui daur ulang nutrisi tanaman, harus dioptimalkan dengan mengandalkan perbaikan aktivitas biologis, serta fisik dan kimia tanah dengan prinsip:
  1. Mengembalikan hara atau nutrisi yang terangkut panen dengan menambahkan pupuk organik dari berbagai sumber (pangkasan tanaman, pupuk kandang), secara periodik ke dalam tanah baik dalam bentuk segar atau kompos,
  2. Mengembalikan sisa-sisa panen serta serasahke lahan untuk mengembalikan hara terangkut tanaman,
  3. Menanam tanaman legum sebagai tanaman pagar (hedgerow) yang bermanfaat sebagai sumber pupuk organik, pakan ternak, dan di sisi lain berfungsi sebagai perangkap inang/predator,
  4. Mengintegrasikan ternak dalam kebun organik, selain kotoran yang dihasilkan digunakan sebagai pupuk, daging ternak dapat dikonsumsi sebagai produk daging organik,
  5. Menambahkan bahan amelioran alami seperti kapur dan fosfat alam, bila terjadi kahat hara Ca dan P pada tanah yang tidak dapat diatasi dengan pupuk organik (bahan-bahan amelioran yang diizinkan terdapat dalam SNI 01-6729-2002)
  6. Menyediakan air yang cukup dan bebas kontaminasi bahan agrokimia. 


Siklus hara dalam pertanian organik
  1. Tanaman ditanam pada bedengan berukuran 1x(8-10) m, disesuaikan dengan ketersediaan lahan di lapangan,
  2. Membuat strip rumput di sekitar bedengan untuk mengawetkan tanah dari erosi dan aliran permukaan,
  3. Mengatur dan memilih jenis tanaman sayuran dan legum yang sesuai untuk sistem tumpang sari seperti lobak, bawang daun dengan kacang tanah.
  4. Mengatur rotasi tanaman sayuran dengan tanaman legum dalam setiap musim tanam,
  5. Mengembalikan sisa panen/serasah tanaman ke dalam tanah dalam bentuk segar atau kompos,
  6. Memberikan pupuk organik yang bervariasi (pupuk hijau, pupuk kandang, dan lainnya) sehingga semua unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman cukup tersedia,
  7. Menanam tanaman yang berfungsi untuk pengendalian hama dan penyakit seperti kenikir, kemangi, tephrosia, lavender, atau mimba di antara bedengan tanaman sayuran,
  8. Menjaga kebersihan areal pertanaman


Faktor-faktor pendukung pertanian organik
  1. Benih tidak boleh berasal dari produk hasil rekayasa genetika atau Genetically ModifiedbOrganism (GMO). Sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik,
  2. Pengendalian hama, penyakit, dan gulma tidak boleh menggunakan pestisida kimia sintetis, tetapi dilakukan dengan cara mekanik seperti hand picking, membuang bagian tanaman yang sakit, dan menggunakan pestisida nabati bila diperlukan, serta menjaga keseimbangan ekosistem,
  3. Penanganan pasca panen sesuai dengan persyaratan pasca panen pertanian organik


Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

Read more »
Pengertian dan Dampak Revolusi Hijau di Indonesia

Pengertian dan Dampak Revolusi Hijau di Indonesia

Pengertian revolusi hijau adalah usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan. Mengubah dari pertanian yang tadinya menggunakan teknologi tradisional menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju atau modern.

Revolusi hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an dibanyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan dibeberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini.

Pengertian dan Dampak Revolusi Hijau di Indonesia

Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting: penyediaan air melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.

Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960). Revolusi hijau menekankan pada SEREALIA: padi, jagung, gandum, dan lain-lain. (serealia adalah tanaman biji-bijian)

Revolusi Hijau di Indonesia

Di negara kita  Indonesia revolusi industri diterapkan dengan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Ekstensifikasi dengan perluasan areal. Terbatasnya areal, menyebabkan pengembangan lebih banyak pada intensifikasi. Intensifikasi dilakukan melalui Panca Usaha Tani, (lima usaha tani)
  1. Teknik pengolahan lahan pertanian
  2. Pengaturan irigasi
  3. Pemupukan
  4. Pemberantasan hama
  5. Penggunaan bibit unggul


Dampak Revolusi Hijau

Hasil dari suatu metode tentunya mempunyai dampak positif dan negatif, begitu juga dengan Revolusi hijau berikut ini merupakan dampak positif dan negatif dari revolusi hijau
Dampak positif revolusi hijau

Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Salah satu contohnya bagi bangsa indonesia sendiri adalah Indonesia yang tadinya pengimpor beras menjadi mampu swasembada beras.

Dampak Negatif Revolusi Hijau antara lain :
  1. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah.
  2. Penurunan keanekaragaman hayati.
  3. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk.
  4. Penggunaan peptisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten.


Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya, kerusakan dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Selain kritik tersebut di atas masih ada kritik lain lagi yitu Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di wilayah Afrika.

Read more »
Komoditas Unggulan di Papua

Komoditas Unggulan di Papua

Pemerintah Provinsi Papua mengembangkan empat komoditas pertanian unggulan, yaitu kakao, betatas (ubi jalar), rumput laut, dan kopi arabika. Wamena yang memiliki peluang ekspor ke berbagai negara. Disperindagkop terus mendorong petani agar dapat meningkatkan pembudidayaan empat komoditas unggulan ini karena mempunyai prospek diekspor ke berbagai Negara. Kakao saat ini telah dikembangkan di Kabupaten Sarmi, Jayapura, Keerom, sementara kopi arabika dan betatas juga dibudidayakan masyarakat di Kabupaten Jayawijaya. Hasil produksi pengelolaan tanaman kakao di Papua, menurut Kaleb Warombai, selain memiliki kualitas bagus juga mempunyai aroma khas dibanding produksi dari daerah lain di Indonesia. Ciri lain buah kakao asal Papua sangat besar-besar, untuk ukuran satu kilogram kakao Papua berkisar 75-85 butir, sementara jenis kakao lain mencapai di atas 100 butir.

Komoditas Unggulan di Papua


Produksi kakao Papua  sampai sekarang, telah  diperdagangkan antarpulau ke Makassar, Surabaya, Jakarta, serta daerah lain di Indonesia. Bahkan hasil kakao produksi petani di Papua, hingga saat ini masih diminati serta diperjualbelikan ke berbagai negara tetangga, seperti  Malaysia dan Singapura.
Betatas (ubi jalar), selain untuk mendukung program ketahanan pangan di daerah juga  mempunya nilai gizi dan protein yang sangat tinggi sehingga sudah dibudidayakan warga di berbagai daerah di Papua. Pihak Disperindagkop Papua, telah mendorong komoditas rumput tanaman yang punya prospek dan berpeluang ekspor dibudidayakan di beberapa daerah, seperti Kabupaten Biak Numfor, Yapen Waropen, Nabire, serta Kabupaten Supiori. 

PROFIL KOMODITI UNGGULAN DI PAPUA



Perikanan

1.    Budidaya Keramba

Produksi Tahunan:
- Tahun 2006 : -
- Tahun 2007 : 349 Ton
- Tahun 2008 : -
- Tahun 2010 : -
Sumber Data:
Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2007
Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budiaya Jakarta 2011
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta 10110
Telp 021-3500023
Fax 021-3519133
2. Budidaya Kolam

Produksi Tahunan:
- Tahun 2006 : -
- Tahun 2007 : 1.115 Ton
- Tahun 2008 : -
- Tahun 2010 : -
Sumber Data:
Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2007
Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budiaya Jakarta 2011
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta 10110
Telp 021-3500023
Fax 021-3519133
3.    Budidaya laut

Produksi Tahunan:
- Tahun 2006 : -
- Tahun 2007 : 39 Ton
- Tahun 2008 : -
- Tahun 2010 : -
Sumber Data:
Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2007
Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budiaya Jakarta 2011
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta 10110
Telp 021-3500023
Fax 021-3519133
4.    Budidaya Tambak

Produksi Tahunan:
- Tahun 2006 : -
- Tahun 2007 : 536 Ton
- Tahun 2008 : -
- Tahun 2010 : -
Sumber Data:
Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2007
Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budiaya Jakarta 2011
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta 10110
Telp 021-3500023
Fax 021-3519133

Perkebunan

5.    Cengkeh

Produksi Tahunan:
- Tahun 2006 : -
- Tahun 2007 : -
- Tahun 2008 : 69 Ton
- Tahun 2010 : -
Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2008 - 2010
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian
Jl. Harsono RM No.3, Gedung C Kantor Pusat Departemen Pertanian, Pasar Minggu - Jakarta 12550
Telp 021 - 7815380 - 4
Fax 021-7815586 021-7815486
6.    Kakao
Perkebunan Kakao terdapat di Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Waropen, Kabupaten Nabire, Kabupaten Kepulauan Yapen.
Produksi Tahunan:
- Tahun 2006 : -
- Tahun 2007 : 11.640 Ton
- Tahun 2008 : 11.305 Ton
- Tahun 2010 : -

Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2008 - 2010
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian
Jl. Harsono RM No.3, Gedung C Kantor Pusat Departemen Pertanian, Pasar Minggu - Jakarta 12550
Telp 021 - 7815380 - 4
Fax 021-7815586 021-7815486
7.    Karet

Produksi Tahunan:
- Tahun 2006 : -
- Tahun 2007 : 1.620 Ton
- Tahun 2008 : 1.623 Ton
- Tahun 2010 : -
Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2008 - 2010
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian
Jl. Harsono RM No.3, Gedung C Kantor Pusat Departemen Pertanian, Pasar Minggu - Jakarta 12550
Telp 021 - 7815380 - 4
Fax 021-7815586 021-7815486
8.    Kelapa
Lokasi Perkebunan Kelapa terdapat di Kabupaten Merauke
Produksi Tahunan:
- Tahun 2006 : -
- Tahun 2007 : 12.423 Ton
- Tahun 2008 : 12.546 Ton
- Tahun 2010 : -

Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2008 - 2010
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian
Jl. Harsono RM No.3, Gedung C Kantor Pusat Departemen Pertanian, Pasar Minggu - Jakarta 12550
Telp 021 - 7815380 - 4
Fax 021-7815586 021-7815486
9.    Kelapa Sawit
Perkebunan Kelapa sawit Terdapat di Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Waropen, Kabupaten Mimika,Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Merauke.
Produksi Tahunan:
- Tahun 2006 : -
- Tahun 2007 : 47.870 Ton
- Tahun 2008 : 26.135 Ton
- Tahun 2010 : -

Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2008 - 2010
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian
Jl. Harsono RM No.3, Gedung C Kantor Pusat Departemen Pertanian, Pasar Minggu - Jakarta 12550
Telp 021 - 7815380 - 4
Fax 021-7815586 021-7815486

10.    Kopi
Perkebunan Kopi Arabika terdapat di Kabupaten Jayawijaya,Kabupaten Nabire, Kabupaten Paniai.
Produksi Tahunan:
- Tahun 2006 : -
- Tahun 2007 : 218 Ton
- Tahun 2008 : -
- Tahun 2010 : -

Sumber Data:
Statistik Perkebunan Indonesia 2006-2008
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan Jakarta 2007
Komp Deptan Gedung C Lt-III Ruang.307 Jl. Harsono R.M No. 3 Ps Minggu Jakarta Selatan 12550
Telp 021-7817693 021-7815380-4 Ext-4318
Fax 021-7815586 021-7815486


Pertanian

11.    Jagung
Perkebunan Jagung terdapat di Kabupaten Merauke
Produksi Tahunan:
- Tahun 2006 : 6.843 Ton
- Tahun 2007 : 7.053 Ton
- Tahun 2008 : 7.155 Ton
- Tahun 2010 : -

Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2008 - 2010
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian
Jl. Harsono RM No.3, Gedung C Kantor Pusat Departemen Pertanian, Pasar Minggu - Jakarta 12550
Telp 021 - 7815380 - 4
Fax 021-7815586 021-7815486


Sumber pangan spesifik lokal Papua seperti ubi jalar, talas, gembili, sagu, dan jawawut telah dibudidayakan oleh masyarakat asli Papua secara turuntemurun. Komoditas tersebut telah menjadi sumber bahan makanan utama bagi masyarakat Papua. Husain (2004) menyatakan, pangan lokal adalah pangan yang diproduksi setempat (suatu wilayah/daerah tertentu) untuk tujuan ekonomi dan atau konsumsi. Dengan demikian, pangan lokal Papua adalah pangan yang diproduksi di Papua dengan tujuan ekonomi atau produksi. 

Kondisi agroekosistem Papua sangat mendukung pengembangan komoditas pertanian, terutama komoditas pangan spesifik lokal. Namun, pengembangan komoditas tersebut tidak merata di dataran Papua, kecuali ubi jalar yang dapat dijumpai di berbagai wilayah, baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi, terutama pada wilayah pegunungan tengah. Selain ubi jalar, sagu juga merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat Papua, terutama yang berdomisili di dataran rendah atau di pesisir pantai atau danau. Sagu tumbuh baik pada daerah rawa, meskipun dapat pula tumbuh di daerah kering. 

Papua merupakan salah satu wilayah yang memiliki hutan sagu terluas di Indonesia. Widjono (2000) menemukan 61 aksesi sagu melalui survei yang dilakukan di daerah Jayapura, Manokwari, Sorong, dan Merauke. Jumlah aksesi tersebut masih memungkinkan bertambah karena survei baru dilakukan di sebagian wilayah potensial sagu di Papua.

Sumber pangan alternatif yang beragam di Papua, mulai dari umbi-umbian, serealia, buah-buahan, dan bahkan tanaman obat dapat menyediakan pangan yang cukup bagi masyarakat setempat sehingga terhindar dari kekurangan gizi (malnutrition) atau kelaparan. Namun, sosialisasi pemanfaatan sumber pangan alternative tersebut belum dilakukan secara bijak dan berkelanjutan. Selain itu, masyarakat mulai bergantung pada sumber pangan beras karena selain enak juga mudah diperoleh. Hal tersebut merupakan salah satu dampak kebijakan pemerintah yang hanya terfokus pada terjaminnya ketersediaan beras. Kebijakan tersebut tanpa disadari telah mengubah menu karbohidrat masyarakat dari nonberas ke beras, terutama pada daerah yang secara tradisional mengonsumsi pangan bukan beras, seperti kawasan timur Indonesia (Budi 2003). 


Referensi :
http://regionalinvestment.com/newsipid/id/komoditiprofilkomoditi.php
http://secr3tz0103.blogspot.com/2009/10/komoditi-unggulan-papua.html
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3282093.pdf



Read more »
Beranda